Jumat, 30 November 2018

Reaksi Sikloadisi

REAKSI SIKLOADISI (Reaksi Diels- Alder)


Reaksi Diels-Alder adalah reaksi kimia organik antara diena terkonjugasi dengan alkena tersubstitusi, umumnya dinamakan sebagai dienofil, membentuk sikloheksena tersubstitusi. Reaksi ini dapat berjalan bahkan jika beberapa atom dari cincin yang terbentuk bukanlah karbon. Beberapa reaksi Diels-Alder adalah reversibel; reaksi dekomposisi dari sistem siklik dinamakan reaksi Retro-Diels-Alder. Reaksi retro ini umumnya terlihat pada saat analisis produk reaksi Diels-Alder menggunakan spektrometri massa
Reaksi sikloadisi adalah suatu reaksi pada dua molekultak jenuh yang mengalami suatu reaksi adisi untuk menghasilkan produk siklik. Dua molekul bergabung membentuk sebuah cincin. Dalam reaksi ini dua ikatan pi diubah menjadi ikatan sigma. Contoh reaksi sikloadisi ialah reaksi Diels-Alder.
Reaksi yang melibatkan heteroatom juga dikenal; termasuk Reaksi aza-Diels–Alder dan Reaksi Diels–Alder imina. Reaksi Diels-Alder mungkin merupakan reaksi sikloadisi yang paling penting dan umum diajarkan. Secara formal reaksi ini merupakan suatu reaksi sikloadisi [4+2] dan hadir dalam berbagai bentuk, termasuk reaksi Diels-Alder heksadehidro dan trimerisasi alkuna terkait. Reaksi juga dapat berjalan dalam arah sebaliknya seperti dalam reaksi retro-Diels–Alder.


Jenis-jenis sikloadisi
A. Sikloadisi Huisgen
Reaksi sikloadisi Huisgen merupakan suatu reaksi sikloadisi (2+3).


B. Sikloadisi nitron-olefin

Sikloadisi nitron-olefin merupakan suatu reaksi sikloadisi (3+2).


C. Sikloadisi olefin 2+2 dikatalisis-besi

Katalis besimpiridina(diimina) mengandung ligan aktif redoks dimana pusat atom besi dapat berkoordinasi dengan dua ikatan rangkap dua pada olefin sederhana dan tidak difungsikan. Katalis dapat ditulis sebagai resonansi antara struktur yang mengandung elektron yang tidak berpasangan dengan atom besi pusat dalam keadaan oksidasi II, dan di mana zat besi berada dalam keadaan oksidasi 0. Hal ini memberi fleksibilitas untuk mengikat ikatan rangkap saat mereka menjalani reaksi siklisasi, menghasilkan struktur siklobutana melalui eliminasi reduksi C-C; Sebagai alternatif, struktur siklobutena dapat diproduksi dengan eliminasi beta-hidrogen. Efisiensi reaksi bervariasi tergantung pada alkena yang digunakan, namun desain ligan yang rasional memungkinkan perluasan kisaran reaksi yang dapat dikatalisis.

D. Reaksi keletropik

Reaksi keletropik adalah suatu subkelas sikloadisi. Fitur pembeda utama dari reaksi keletropik adalah bahwa pada salah satu pereaksi, kedua ikatan baru dibuat pada atom yang sama. Contoh klasiknya adalah reaksi belerang dioksida dengan diena.



Pertanyaan:
1.   Bagaimana cara memprediksi sifat stereokimia dari produk reaksi Diels-Alder?
2.   Reaksi Diels – Alder cendrung menghasilkan senyawa sikloheksena bagaimanakah cara agar produk sikloheksena dapat diubah menjadi sikloheksana?

Referensi:
McMurry, J.E. 2012. Organic Chemistry, Eighth Edition. USA : Cengage Learning.
Ulfah, S., A. H. Alimuddin dan M. A. Wibowo. 2018. “Sintesis Senyawa Turunan Antrakuinon Menggunakan Vanilik Alkohol san Ftalat Anhidrat”. Jurnal Kimia Khatulistiwa. Vol. 7 (2): 25-32.

Sabtu, 24 November 2018

Reaksi Perisiklik

Pericyclic Reactions : The Diels-Alder Reactions

Pengertian Reaksi Perisiklik
Reaksi perisiklik adalah reaksi poliena terkonjugasi yang berlangsung dengan mekanisme serempak seperti reaksi SN2 yakni ikatan ikatan lama terputus ketika ikatan baru terbentuk dan semuanya terjadi dalam satu tahapan. Reaksi perisiklik dikarakteristikan oleh suatu keadaan transisi siklik yang melibatkan ikatan ikatan pi. Dalam reaksi perisiklik terdapat tiga macam reaksi, yaitu :
1. Reaksi Sikloadisi
Reaksi sikloadisi adalah reaksi di mana dua molekul bergabung membentuk sebuah cincin. Dalam reaksi ini dua ikatan pi diubah menjadi ikatan sigma. Contoh reaksi sikloadisi ialah reaksi Diels-Alder.
Kedua pereaksi dalam reaksi Diels-adler digolongkan sebagai diena dan dienofil. Diena adalah senyawa alifatik yang memiliki dua ikatan ganda. Bila ikatan ganda ini dipisahkan oleh hanya satu ikatan tunggal, senyawa ini disebut sebagai diena konjugasi (diolefin konjugasi). Diolefin tak-terkonjugasi memiliki ikatan ganda yang terpisah (terisolasi) oleh lebih dari satu ikatan tunggal. Reaksi Diels-Adler tidak berlangsung melalui zat antara bersifat ion, namun dienadan dienofilnya mempengaruhi laju reaksi.
Sikloadisi dibagi menjadi beberapa tipe antara lain sikloadisi [2+2], [4+2], [4+4], [6+2], [6+2], [6+4], dan lain-lain. Dua angka tersebut melambangkan jumlah electron pi yang terlibat dalam suatu reaksi sikloadisi.
2. Reaksi elektrosiklik
Reaksi reaksi reversible dalam mana suatu senyawa dengan ikatan rangkap berkonjugasi menjalani siklisasi. Dalam siklisasi, dua electron pi digunakan untuk membentuk iktan sigma. Reaksi elektrosiklik adalah antar-ubahan (interconversion) serempak dari suatu poliena berkonjugasi dan suatu sikloalkena. Reaksi kebalikannya, yaitu reaksi pembukaan cincin, berlangsung dengan mekanisme yang sama, tetapi dengan arah berlawanan.
3. Reaksi Sigmatropik
Penataan ulang sigmatropik ialah geseran intermolekul serempak dari suatu atom atau gugus atom. Yaitu migrasi dari suatu ikatan sigma pada sistem elektron phi ke suatu posisi baru. Contoh rearrangement tingkat [3,3], ikatan sigma pada karbon no 3 bermigrasi ke posisi baru yang berjarak 3 karbon.
Melibatkan keadaan transisi berkarakter aromatis.
Contoh lainnya reaksi perisiklik :
Senyawa 2,4,6-Oktatriena merupakan senyawa hidrokarbon berantai delapan tak jenuh berikatan ganda. Jumlah ikatan ganda pada senyawa ini adalah tiga oleh karena itu senyawa ini termasuk dalam kelompok triena. Ikatan ganda pada 2,4,6-oktatriena berselang-seling sehingga memungkinkan electron gugus fungsi dapat dipindahkan sepanjang rantai karbon atau dengan kata lain ikatan ganda pada senyawa ini dapat mengalami konjugasi. 2,4,6-oktatriena yang lebih umum dipasarkan dalam bentuk 2,6-dimetil-2,4,6-oktatriena.
Reaksi elektrofiliknya dapat dilihat pada reaksi di bawah. 2,4,6-oktatriena dapat mengalami reaksi elektrosiklik melalui dua mekanisme. (2E, 4Z, 6E)-oktatriena dapat bereaksi menjadi cis 5,6-dimethyl-1,3-cyclohexadiena dengan gerakan disrotasi. Sementara itu  (2E, 4Z, 6Z)-oktatriena dapat bereaksi menjadi cis 5,6-dimetil-1,3-sikloheksadiena dengan gerakan konrotasi.Sebaliknya (2E, 4Z, 6E)-oktatriena dapat bereaksi menjadi trans 5,6-dimethyl-1,3-cyclohexadiena dengan gerakan konrotasi dan (2E, 4Z, 6Z)-oktatriena dapat bereaksi menjadi trans 5,6-dimetil-1,3-sikloheksadiena dengan gerakan disrotasi.
Reaksi penataan ulang sigmatropik dikelompokkan berdasarkan sistem penomoran rangkap yang merujuk ke posisi-posisi relative atom  yang terlibat dalam perpindahan. Pada senyawa 2,4,6-oktatriena, penataan-ulang sigmatropik yang terjadi adalah penataan-ulang sigmatropik [3,3]. Hal ini karena atom 3dari gugus berpindah menjadi terikat pada atom 3 dari rantai arkenil.
Reaksi Diels-Alders
Reaksi Diena Terkonjugasi Dengan Alkena
Diena terkonjugasi mengalami beberapa reaksi yang unik. Salah satunya ditemukan pada tahun 1928 ketika Otto Diels dan Kurt Alder menunjukkan bahwa banyak diena terkonjugasi mengalami reaksi adisi dengan alkena atau alkuna tertentu. Jenis reaksi antara diena terkonjugasi dan alkena tersubstitusi (umumnya dinamakan sebagai dienofil), membentuk sikloheksena tersubstitusidinamakan reaksi Diels-Alder. Atas penemuan ini mereka berhasil mendapatkan hadiah Nobel di bidang Kimia pada tahun 1950.
Reaksi Diels Alder merupakan reaksi sikloadisi yang bergantung pada suhu dan mekanismenya melibatkan tumpang tindih antara orbital sigma dan orbital phi. Reaksi ini terjadi antara molekul dengan dua ikatan rangkap dua terkonjugasi (diena) dan molekul dengan satu ikatan rangkap dua (dienofil) serta menghasilkan dua ikatan karbon-karbon yang baru dan satu molekul sikoheksana yang tidak jenuhdalam satu langkah.

Reaksi Diels-Alder adalah proses perisiklik, yang terjadi pada satu langkah dengan pendistribusian kembali elektron ikatan secara melingkar (siklik). Dua ikatan reaktan yang sederhana bersatu melalui keadaan transisi siklik dan dua ikatan karbon baru terbentuk pada saat yang sama. Pada keadaan transisi Diels-Alder, dua karbon alkena dan karbon 1,4 pada diena terhibridisasi ulang dari sp2 menjadi sp3 untuk membentuk dua ikatan tungggal baru, sehingga karbon 2,3 pada diena terhibridisasi sp2 membentuk ikatan rangkap baru pada produk sikloheksena.
Pengaruh Konformasi Diena Pada Reaksi Diels – Alder
Konformasi molekul merupakan salah satu aspek dalam stereokimia yang menjelaskan tentang bentuk molekul dan bagaimana bentuk molekul dapat diubah. Dalam senyawa rantai terbuka, gugus-gugus terikat pada ikatan s dapat berotasi atau mengelilingi ikatan s tersebut. Oleh karena itu atom-atom dalam rantai terbuka dapat memiliki jumlah tak hingga posisi dalam ruang relatif satu terhadap yang lain. Penataan molekul dalam ruang secara berlainan akibat rotasi terhadap ikatan s inilah yang disebut sebagai konformasi. Beberapa jenis rumus digunakan untuk menyatakan konformasi molekul yakni; rumus garis, rumus dimensional, rumus bola dan pasak serta proyeksi Newman (bola pasak dari ujung ke ujung).
Reaksi Diels-Alder mengubah senyawa rantai terbuka menjadi senyawa siklik, sehingga penggunaan rumus garis akan sangat memudahkan untuk menyatakan persenyawaan rantai-rantai karbon dalam reaksi.
Konformasi molekul untuk diena konjugasi digunakan istilah s-cis dan s-trans. Awalan s- menunjukkan geometri di sekitar ikatan tunggal (single) pusatlah yang menentukan konfomasi molekul. Untuk senyawa rantai terbuka, rumus-rumus ini tidaklah menyatakan isomer yang sebenarnya melainkan hanya konformer. Hal ini karena hanya rotasi ikatan sigma saja yang diperlukan untuk mengubah satu menjadi yang lain.
Stereokimia Reaksi Diels-Alder
Ketika diena dan dienofil bereaksi dalam reaksi Diels-Alder, terbentuklah sebuah senyawa stereokimia karena kedua reaktan tersebut saling mendekat dari dua arah yang berbeda. Jenis pendekatan ini memungkinkan awan elektron dari dua komponen tumpang tindih dan membentuk ikatan produk yang lebih stabil. Bentuk stereokimia dari molekul produk ada 2 jenis yaitu : dienofil yang mensubstitusi berada pada posisi berlawanan dengan diena (cis) akan menghasilkan produk adisi “endo” dan dienofil yang mensubstitusi berada pada posisi sepihak dengan diena (trans) akan menghasilkan produk adisi “exo".

Jika salah satu atau kedua karbon terminal unit diena mengandung dua gugus substituen yang berbeda dan jika kita melihat diena dalam konformasi cis-nya, kita dapat klasifikasikan kelompok-kelompok tersebut sebagai kelompok dalam (inner) atau kelompok luar (outer). Kelompok inner pada diena berbentuk perahu berada pada posisi tegak Produk “endo” pada reaksi Diels-Alder, subtituen yang berasal dari dienofil berada pada posisi yang dekat dengan ikatan rangkap diena, sedangkan pada pada produk “exo”, subtituen yang berasal dari dienofil berada pada posisi yang jauh dengan ikatan rangkap diena.

PERTANYAAN :
1. Bagaimana karakteristik pada reaksi elektrosiklik ? Dan dalam reaksi tersebut ada pembentukan ikatan sigma baru yang dapat berlangsung secara apa saja ?
2. Mengapa pada reasi diels-alder, diena yang digunakan harus memiliki konformasi S-cis tidak dengan s-trans? 
3. Apa perbedaan diena dan dienofil pada reaksi diels-alder? Dan mengapa adanya substituent pada diena konjugasi mempengaruhi reaktivitas diena dalam reaksi Diles-Alder? 

Sitorus, Marham. 2008. Kimia Organik Fisik. Graha Ilmu. Yogyakarta.

Sabtu, 17 November 2018

Reaksi Substitusi

Kaitan Persamaan Hammett dengan Reaksi Substitusi Aromatik Kedua dan Ketiga

Persamaan Hammett
Pengarahan posisi ortometa dan para berperan dalam persamaan hammett dimana persamaan hammett hanya berlaku pada posisi meta atau para. Persamaan Hammett tidak berlaku untuk substituen kedua pada posisi orto dikarenakan substituen pertamanya meruah sehingga substituen kedua sulit masuk adanya efek sterik yang besar (yang menghalangi posisi tersebut) serta laju reaksinya yang sangat cepat. Sehingga struktur yang meruah inilah, elektrofil masuk pada posisi setelahnya yaitu meta. Sedangkan untuk posisi para yang terjauh dari substituen pertama. Oleh karena itu pada posisi para dan meta ini laju reaksinya dapat terukur dibandingkan orto. dengan persamaan hammett.

Mekanisme Reaksi Substitusi Elektrofilik Senyawa Aromatik
            Kerapatan elektron Ï€ yang tinggi pada inti benzena dapat menyebabkan benzena dapat menarik spesies yang bermuatan positif (elektrofil), sehingga benzena mudah sekali mengalami reaksi substitusi elektrofilik. Sebagian besar reaksi substitusi elektrofilik pada senyawa aromatik berlangsung dengan mekanisme ion arenium. Dalam mekanisme ini langkah pertamanya adalah serangan elektrofil pada inti benzena menghasilkan zat – antara (intermediate) yang bermuatan positif yang disebut dengan ion benzenonium. Pada langkah kedua terjadi proses lepasnya gugus pergi dari ion benzenonium membentuk produk.
            Pada mekanisme reaksi substitusi elektrofilik senyawa aromatik, jika spesies penyerang berupa ion positif (misalnya E+) , maka serangan pada senyawa aromatik (misalnya benzena) akan menghasilkan karbokation yang tahap-tahapnya adalah  sebagai berikut :
Tahap – 1 :
Pada tahap ini elektrofil mengambil dua elektron dari 6 elektron Ï€ pada inti benzena dan membentuk ikatan  dengan salah satu atom karbon cincin benzena. Pembentukan ikatan ini akan merombak sistem aromatik yang ada karena pada pembentukan ion benzenonium atom karbon yang membentuk ikatan dengan elektrofil berubah dari hibridisasi spmenjadi sp3 dan tidak lagi memiliki orbital p. Keempat elektron Ï€ ion benzenonium terdelokalisasi pada kelima orbital p.
Struktur (1), (2) dan (3) adalah struktur resonansi penyumbang pada struktur ion benzenonium yang sebenarnya. Struktur ion benzenonium yang sebenarnya merupakan hibrida dari struktur-struktur resonansi tersebut. Struktur (1) sampai dengan (3) seringkali digambarkan dengan struktur (4) sebagai berikut :
Ion arenium seringkali disebut juga dengan nama kompleks Wheland atau kompleks  (sigma).

Tahap – 2 :
Pada tahap-2 ion benzenonium melepaskan proton dari atom karbon yang mengikat elektrofil. Atom karbon yang mengikat elektrofil berubah kembali menjadi hibridisasi spdan inti benzena memperoleh kestabilannya kembali.
Langkah dalam tahap 2 tersebut lebih cepat daripada tahap 1, karena itu langkah penentu laju reaksinya adalah tahap 1 dan reaksinya merupakan reaksi orde kedua.
Pada Tabel 1 dapat dilihat tentang gugus-gugus yang berperan dalam reaksi substitusi elektrofilik senyawa aromatik disusun berdasarkan efek orientasi dan pengaruhnya terhadap kereaktifan inti.
Tabel 1. Efek substituen pada substitusi elektrofilik senyawa aromatik

Teori Substitusi Elektrofilik pada Senyawa Aromatik
1.       Kereaktifan inti aromatik
Inti benzena yang mengikat gugus pengaktif akan bereaksi lebih cepat dalam subtitusi elektrofilik daripada benzena, sedangkan yang mengikat gugus pendeaktif akan bereaksi lebih lambat. Reaksi yang melewati keadaan transisi lebih stabil (Ea lebih rendah) berlangsung lebih cepat daripada reaksi yang melewati keadaan transisi yang kurang stabil (Ea lebih tinggi). Langkah penentu laju reaksi pada sebagian besar reaksi subtitusi elektrofilik pada benzena yang tersubtitusi adalah langkah yang mengahsilkan ion benzenonium. Jika substituen dinyatakan dengan S, maka ion benzenonium yang terbentuk oleh serangan elektrofil E+ dapat dituliskan sebagai berikut :
Dengan cara penulisan tersebut diatas berarti bahwa S dapat berposisi orto, meta atau para terhadap elektrofil E. Laju reaksi yang diakibatkan oleh adanya S tergantung apakah S menarik atau mendorong elektron. Jika S gugus pendorong elektron maka reaksi berlangsung lebih cepat daripada benzena. Sebaliknya jika S gugus penarik elektron maka reaksi berjalan lebih lambat.
2.  Teori Orientasi    
            Efek induksi adalah efek yang diakibatkan oleh perbedaan keelektronegatifan antara dua atom atau gugus. Contohnya, atom halogen lebih elektronegatif daripada atom karbon sehingga halogen memberikan efek induksi menarik elektron. Disamping itu terdapat gugus-gugus lain yang memberikan efek induksi karena adanya muatan positif atau parsial positif pada atom yang terikat pada inti benzena.
Efek menarik atau mendorong elektron dari suatu gugus melalui ikatan pi dinamakan efek resonansi. Contohnya, subtituen-subtituen nitro, siano dan karbonil bersifat pendeaktif karena menyebabkan bergesernya elektron pi pada inti benzena kearah subtituen tersebut. Akibatnya, inti benzena menjadi tuna elektron. Struktur-struktur resonansi untuk nitrobenzena dan benzaldehida digambarkan sebagai berikut :
Sebaliknya subtituen-subtituen hidroksil, metoksil dan amino bersifat pengaktif karena menyebabkan bergesernya elektron dari subtituen tersebut ke inti benzena. Akibatnya kerapatan elektron pada inti benzena bertambah besar. Struktur-struktur resonansi untuk Ar-OR dan Ar-NHR digambarkan sebagai berikut :
a.  Gugus Pengarah Meta
Semua gugus pengarah meta mempunyai muatan positif atau parsial positif pada atom yang terikat langsung dengan inti benzena. Contohnaya adalah –CF3, dimana atom C pada guigus tersebut bermuatan parsial positif karena mengikat tiga atom F yang sangat elektronegatif.
Gugus –CF3 merupakan gugus pendeaktif kuat dan pengarah meta dalam reaksi subtitusi elektrofilik senyawa aromatik. gugus ini mempengaruhi kerektifan inti aromatik dengan mengakibatkan keadaan transisi yang mengarahkan pada pembentuka ion arenium yang sanagat tidak stabil. Gugus ini menarik elktron dari karbokation yang terbentuk sehingga menambah muatan posistif pada inti benzena.
Kita dapat memhami bagaimana gugus –CF3 mempengaruhi orientasi subtitusi elektrofilik jika kita mempelajari struktur-struktur resonansi ion arenium yang terbentuk oleh serangan elektrofil pada posisi orto, meta dan para dari trifluorometilbenzena.
Pada struktur-struktur resonansi ion arenium yang terbentuk oleh serangan orto dan para terlihat bahwa salah satu struktur penyumbangnya sangat tiadak stabil, karena muatan positif berada pada atom karbon inti yang mengikat gugus penarik elektron. Hal serupa tidak dijumpai pada serangan meta. Dengan demikian dapat disimpulkan bahawa ion arenium yang dibentuk oleh serangan meta paling stabil yang berarti bahawa serangan meta melalui keadaan transisi yang lebih stabil pula. Hasil eksperimen menunjukkan bahawa gugus –CF3 adalah pengarah meta yang kuat.
b.    Gugus Pengarah Orto-Para
Selain substituen alkil atau fenil, semua gugus pengarah orto-para mempunyai sekurang-kurangnya satu pasangan elktron bebas (non bonding) pada atom yang terikat langsung dengan inti benzena.
Efek resonansi dapat menyebabkan efek pengarahan gugus-gugus pengarah orto-para. Efek resonansi terutama berpengaruh terhadap ion arenium yang berarti juga berpengaruh terhadap keadaan transisi yang membentuknya. Selain halogen, efek gugus-gugus pengarah orto-para terhadap kereaktifan juga disebabkan oleh efek resonansi. Seperti halnya pada efek pengarahan, efek ini juga berpengaruh terhadap keadaan transisi yang membentuk ion arenium.
Contoh efek resonansi adalah efek gugus amino (-NH2) dalam reaksi substitusi elektrofilik senyawa aromatik. Gugus amino tidak hanya merupakan gugus pengaktif kuat, tetapi juga gugus pengarah orto-para yang kuat. Efek tersebut dapat ditunjukkan pada reaksi antara anilina dengan larutan brom pada temperatur kamar dan tanpa katalis, yang mengahsilkan produk dimana semua posisi orto dan para tersubtitusi yaitu 2,4,6-tribomoanilina. Efek induksi gugus amino (-NH2) menyebabkan adanya sedikit penarikan elktron. Seperti kita ketahui bahwa atom nitrogen lebih elktronegatif daripada karbon, tetapi perbedaan keelektronegatifan tersebut tidak besar karana atom karbon pada benzena berhibridisasi sp2 yang lebih elektronegatif daripada sp3.
Dengan adanya efek resonansi ini gugus amino bersifat sebagai pendorong elektron. Efek ini dapat kita pahami dengan menuliskan struktur-struktur resonansi ion arenium yang terbentuk oleh serangan elektrofil pada posisi orto, meta dan para dari anilina.
Terdapat empat struktur resonansi pada ion benzenonium hasil serangan orto dan para, sedangkan dari serangan meta hanya tiga struktur resonansi. Hal ini menunjukkan bahwa ion benzenonium hasil serangan orto dan para lebih stabil. Tetapi hal yang lebih penting adalah kestabilan struktur-struktur penyumbang hibrida ion benzenonium hasil serangan orto dan para. Diantara struktur-struktur penyumbang tersebut ada yang memiliki ikatan ekstra yang terbentuk dari pasangan elektron bebas pada nitrogen dengan atom karbon inti. Struktur ini sangat stabil karena semua atom (kecuali atom H) memiliki elektron oktet (delapan elektron). Kestabilan struktur-struktur penyumbang tersebut menyebabkan kontribusinya terhadap hibrida resonansi lebih besar. Hal ini berarti bahwa ion benzenonium yang terbentuk dari serangan orto dan para lebih stabil daripada serangan meta. Akibatnya elektrofil bereaksi dengan cepat pada posisi orto dan para.
Halogen termasuk kelompok gugus pengarah orto-para, tetapi gugus ini mendeaktifkan inti. Kekhususan pada halogen ini dapat dijelaskan dengan asumsi bahwa efek induksinya mempengaruhi kereaktifan dan efek resonansinya menentukan orientasi. Pada senyawa klorobenzena, karena atom klor sangat elektronegatif maka diperkirakan terjadi penarikan elektron pada inti benzena dan karena itu mendeaktifkan inti benzena dalam reaksi subtitusi elektrofilik.
Jika klorobenzena diserang elektrofil, atom klor akan menstabilkan ion benzenonium yang terbentuk pada serangan orto dan para. Klor memberikan pengaruh seperti yang terjadi pada gugus amino dan hidroksi,  dengan cara menyumbangkan sepasang elektron bebasnya, untuk meningkatkan kestabilan struktur-struktur resonansi bagi hibrida ion benzenonium hasil serangan orto dan para.
c. Orientasi dan kereaktifan dalam alkil benzena 
 Semua gugus alkil bersifat pendorong elektron dan termasuk dalam kelompok gugus pengarah orto-para, oleh karena itu mengaktifkan inti benzena dalam subtitusi elektrofilik dengan cara menstabilkan keadaan transisi yang mengarahkan kepembentukan ion benzenonium.
Pada langkah pembentukan ion benzenonium, energi pengaktifan alkil benzena lebih rendah daripada benzena sehingga reaksi pada alkil benzena berlangsung lebih cepat.
Jika serangan orto-meta dan para lewat reaksi substitusi elektrofilik pada senyawa toluena, menghasilkan struktur-struktur resonansi ion benzenonium sebagai berikut :
Pada serangan orto dan para terdapat satu struktur resonansi dimana gugus metil terikat langsung pada atom yang bermuatan positif, dan bersifat lebih stabil karena pengaruh stabilisasi gugus metil (gugus pendorong elektron) paling efektif. Struktur tersebut memberikan konstribusi hibrida ion benzenonium yang terbentuk oleh serangan orto dan para, sedangkan pada serangan meta, tidak demikian. Ion benzenonium yang terbentuk oleh serangan orto dan para lebih stabil, maka keadaan transisi yang mengarahkan kepembentukan ion benzenonium memerlukan energi lebih rendah sehingga reaksi berlangsung lebih cepat.

Pertanyaan :
1. Apa pengaruhnya laju reaksi dan arah serangan terhadap hubungan antara struktur substrat dan kereaktifannnya dalam substitusi elektrofilik senyawa aromatik ?
2. Faktor apa yang menentukan orientasi sifat-sifat gugus penarik dan pendorong elektron dalam reaksi substitusi senyawa aromatik ?
3. Mengapa pada brominasi toluene posisi para lebih reaktif dari pada meta?

Sumber :
Firdaus. 2009. Modul Pembelajaran Kimia Organik Fisis I. Makasar: Universitas Hasanudin.
Sitorus, M. 2013. Kimia Organik Fisisk. Medan: Graga Ilmu.
Tobing, R. L. 1989. Kimia Organik Fisik. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Diektorat Jendral Pendidikan Tinggi.

Sabtu, 10 November 2018

Keasaman dan Kebasaan Senyawa Organik

Asam dan Basa Organik
a. Asam Organik
Asam organik dicirikan oleh adanya atom hidrogen yang terpolarisasi positif. Terdapat dua macam asam organik, yang pertama adanya atom hidrogen yang terikat dengan atom oksigen, seperti pada metil alkohol dan asam asetat. Kedua, adanya atom hidrogen yang terikat pada atom karbon di mana atom karbon tersebut berikatan langsung dengan gugus karbonil (C=O), seperti pada aseton.
Metil alkohol mengandung ikatan O-H dan karenanya bersifat asam lemah, asam asetat juga memiliki ikatan O-H yang bersifat asam lebih kuat. Asam asetat bersifat asam yang lebih kuat dari metil alkohol karena basa konjugat yang terbentuk dapat distabilkan melalui resonansi, sedangkan basa konjugat dari metil alkohol hanya distabilkan oleh keelektronegativitasan dari atom oksigen.
Gambar 1. Perbandingan keasaman metil alkohol dengan asam asetat
Keasaman aseton diperlihatkan dengan basa konjugat yang terbentuk distabilkan dengan resonansi. Dan lagi, dari bentuk resonannya menyetabilkan muatan negatif dengan memindahkan muatan tersebut pada atom oksigen.
Gambar 2. Keasaman aseton
Senyawa yang disebut dengan asam karboksilat, memiliki gugus –COOH, terdapat sangat banyak di dalam organisme hidup dan terlibat dalam jalur-jalur reaksi metabolik. Asam asetat, asam piruvat,dan asam sitrat adalah contohnya. Perlu dicatat bahwa pH fisiologis adalah sekitar 7.3, sehingga asam karboksilat sebagian besar terdapat sebagai anionnya, yaitu anion karboksilat, -COO-.
Gambar 3. Beberapa contoh senyawa asam karboksilat
b. Basa Organik
Basa organik dicirikan dengan adanya atom dengan pasangan elektron bebas yang dapat mengikat proton. Senyawa-senyawa yang mengandung atom nitrogen adalah salah satu contoh basa organik, tetapi senyawa yang mengandung oksigen dapat pula bertindak sebagai basa ketika direaksikan dengan asam yang cukup kuat. Perlu dicatat bahwa senyawa yang mengandung atom oksigen dapat bertindak sebagai asam maupun basa, tergantung lingkungannya.
Gambar 4. Beberapa contoh basa organik

Hal yang mempengaruhi keasaman dan kebasaan :
a.   Efek Struktur
Umumnya muatan negatif akan stabil apabila muatan terdelokalisir pada ruangan yang lebih besar atau atom yang lebih banyak. Artinya, molekul dengan atom yang mengikat muatan negatif lebih banyak akan lebih stabil daripada satu atom yang mengikat muatan negatif. 
b.   Elektronegatifitas atom yang bermuatan negative
Muatan negatif lebih memilih berikatan unsur yang elektonegatif daripada unsur elektropositif. Itulah sebabnya mengapa air lebih asam daripada amonia, karena oksigen lebih elektronegatif dibandingkan nitrogen. 
Gambar 5. Elektronegativitas atom yang bermuatan negative
c.   Ukuran atom yang bermuatan negatif
Muatan negatif lebih suka berikatan dengan atom yang berukuran besar, karena ruangan yang tersedia lebih besar, sehingga akan lebih stabil. HI lebih asam dibandingkan dengan HF, walaupun Flebih elektronegatif dibandingkan I-. Ion Ijauh lebih besar dibandingkan F-, sehingga muatan negatifnya lebih stabil. Maka pada golongan halida, kekuatan asam bertambah dari HF, HCl. HBr dan HI yang terkuat.
Gambar 6. Ukuran atom yang bermuatan negatif
d.   Kestabilan resonansi
Kestabilan basa konjugasi dari fenol terjadi karena anion dapat mendelokalisir muatan negatif ke sepanjang cincin dengan cara resonansi. Pada sikloheksanol, tidak terjadi resonansi, sehingga kekuatan asamnya jauh lebih kecil dibandingkan fenol.
Gambar 7. Contoh kestabilan resonansi
e.   Kestabilan muatan negatif karena berdekatan dengan atom yang elektronegatif
Keberadaan grup elektronegatif di dekat atom hidrogen juga akan meningkatkan keasaman, karena akan menstabilkan muatan negatif. Misalkan pada substitusi hidrogen pada asam asaetat dengan klor, membuat molekul ini lebih asam 100 kali lipat. Hal ini disebabkan oleh atom klor yang elektronegatif akan mendorong kerapatan elektron ke arah oksigen, sehingga oksigen tidak menanggung semua muatan negatif sendirian.
Gambar 8. Kestabilan muatan negatif karena berdekatan dengan atom yang elektronegatif
Pertanyaan :  
1. Apa penyebabnya suatu senyawa yang mengandung oksigen dapat bertindak sebagai basa ketika direaksikan dengan asam yang kuat ?
2. Bagaimana efek delokalisasi dan efek medan pada sifat keasaman dan kebasaan suatu senyawa organik ?

Sumber : Prasojo, S. L. 2012. Kimia Organik I Jilid 1. Yogyakarta : Pratiwi.